OptimisIndo.com – Menteri Keuangan (Menkeu) Republik Indonesia, Purbaya Yudhi Sadewa, menyatakan bahwa pemerintah sedang meninjau kemungkinan menurunkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang saat ini ditetapkan sebesar 11 persen. Langkah ini tengah dikaji sebagai bagian dari upaya menjaga daya beli masyarakat di tengah dinamika ekonomi nasional yang masih penuh ketidakpastian.
Dalam konferensi pers APBN KiTa di Jakarta pada Selasa, Purbaya menjelaskan bahwa pemerintah masih menunggu perkembangan kondisi ekonomi hingga akhir tahun sebelum mengambil keputusan resmi.
“Kita akan lihat seperti apa akhir tahun ekonominya, seperti apa uang saya (APBN), yang saya dapat itu seperti apa sampai akhir tahun. Saya sekarang belum terlalu ‘clear’. Nanti akan kita lihat bisa enggak kita turunkan PPN itu untuk mendorong daya beli masyarakat nanti ke depan,” ujar Purbaya Yudhi Sadewa.
Menurut Menkeu, keputusan mengenai kebijakan pajak ini tidak bisa dilakukan secara tergesa-gesa. Pemerintah akan melakukan kajian mendalam dengan memperhatikan pertumbuhan ekonomi nasional, stabilitas fiskal, dan keseimbangan APBN.
“Tapi kita pelajari dulu hati-hati,” tambah Purbaya.
Sebagai informasi, tarif PPN di Indonesia sebelumnya mengalami kenaikan dari 10 persen menjadi 11 persen pada 1 April 2022, sesuai amanat Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Dalam aturan tersebut, tarif PPN semestinya kembali meningkat menjadi 12 persen pada awal tahun 2025.
Namun, keputusan terbaru dari Presiden RI Prabowo Subianto di akhir 2024 menetapkan bahwa kenaikan tarif PPN 12 persen hanya akan diterapkan pada barang dan jasa mewah, bukan untuk seluruh lapisan masyarakat. Kebijakan ini diharapkan bisa mengurangi beban konsumen kelas menengah dan bawah, sekaligus menjaga kestabilan inflasi.
Barang-barang mewah yang dikenai PPN 12 persen telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 15 Tahun 2023 tentang Pengenaan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM). Beberapa di antaranya meliputi hunian mewah seperti rumah, apartemen, kondominium, dan town house dengan harga jual minimal Rp30 miliar.
Selain itu, beberapa jenis barang berisiko tinggi dan bernilai tinggi seperti balon udara, pesawat tanpa tenaga penggerak, peluru, serta senjata api non-militer juga masuk dalam daftar objek pajak dengan tarif tinggi tersebut.
Langkah untuk meninjau kembali tarif PPN ini menjadi bagian dari strategi kebijakan fiskal pemerintah untuk menjaga keseimbangan antara penerimaan pajak negara dan kesejahteraan masyarakat. Pemerintah ingin memastikan bahwa kebijakan pajak tidak menekan konsumsi rumah tangga, yang merupakan salah satu pendorong utama pertumbuhan ekonomi nasional.
Dalam konteks APBN 2025, pemerintah juga tengah menyesuaikan belanja negara untuk memperkuat sektor produktif dan melindungi kelompok rentan. Penurunan tarif PPN, apabila direalisasikan, diharapkan bisa meningkatkan daya beli, memperluas konsumsi masyarakat, dan menjaga laju ekonomi tetap tumbuh positif.
Namun, Purbaya menegaskan bahwa langkah ini tetap memerlukan perhitungan matang. Pemerintah perlu memastikan bahwa penurunan tarif pajak tidak mengganggu keseimbangan APBN atau menurunkan pendapatan negara secara signifikan.
“Kami akan melihat kemampuan fiskal negara dan efek domino terhadap penerimaan pajak secara keseluruhan. Prinsipnya, kebijakan ini harus tetap menjaga keberlanjutan APBN,” tutur Purbaya menutup pernyataannya.
Kebijakan fiskal yang berimbang antara penerimaan pajak dan dukungan terhadap daya beli masyarakat menjadi perhatian utama pemerintah di bawah kepemimpinan Menkeu Purbaya Yudhi Sadewa. Dengan kehati-hatian yang tinggi, pemerintah berupaya memastikan setiap kebijakan pajak dan PPN tetap berpihak pada kepentingan rakyat sekaligus menjaga stabilitas keuangan negara.